Alkisah, suatu pagi yang senyap, raja memutuskan untuk pergi berburu
ditemani burung elang kesayangannya yang terlatih dalam berburu. Di
persimpangan jalan, raja ingin menikmati waktunya dan sengaja memilih
arah yang berbeda dan berpisah dengan pengawalnya. Tak lama, mentari
bersinar dengan terik. Raja pun mulai merasa kehausan. Gerakan kuda
melambat dan si elang pun terbang meninggalkannya.
Betapa gembiranya sang raja ketika melihat ada air yang mengalir dari celah-celah bebatuan di tempatnya melintas. Ia segera melompat turun dari kuda, mengeluarkan piala perak berukuran kecil dari tas berburunya, dan menempelkan pialanya pada aliran air yang begitu pelan.
Setelah piala itu nyaris penuh dan air hendak diminum, tiba-tiba terdengar suara desing di udara. Dalam sekejap piala di tangan raja jatuh dan seluruh airnya tumpah di tanah! Kaget sejenak, sang raja segera menengadah, ingin tahu apa gerangan yang terjadi. Ternyata, itu ulah elang kesayangannya..
Dengan tersenyum, raja memungut dan membersihkan piala, kemudian kembali menampung aliran air di celah bebatuan. Ketika sudah penuh dan hendak diminum, lagi-lagi si elang terbang menukik dan menjatuhkan piala itu dari tangan sang raja. Dengan perasaan gusar, tetapi karena haus yang menyengat, sang raja kembali melakukan hal yang sama dan ketika si elang kembali menukik dan menjatuhkan piala untuk ketiga kalinya.
Dengan gerakan secepat kilat, raja mencabut dan mengayunkan pedangnya dengan cepat. Elang malang itu pun terluka dan terjatuh. “Itulah hukumanmu!” ujar sang raja. Ia bertambah geram saat tahu pialanya terpental dan terjepit di antara bebatuan yang tidak terjangkau.
”Ah.. Minum dari sumber mata air pasti lebih segar,” kata raja sambil mulai mendaki tebing curam menuju mata air itu. Ketika tiba di tujuan, raja terperangah karena di tengah sana terlihat bangkai ular besar dari jenis yang sangat berbisa. Seketika, sang raja lupa akan dahaganya. ”Elang kesayanganku terluka karena mau menyelamatkan nyawaku,” serunya. Bergegas raja kembali turun untuk membawa elangnya pulang. Ada sesal yang menggantung di hati dan pikirannya, “Aku mendapat pelajaran yang berharga, bahwa keputusan yang diambil dalam keadaan marah bisa berakibat fatal.”
Netter yang Bijaksana,
Saat amarah sedang memanas, kita merasakan adrenalin yang mengalir kencang. Ambil napas sejenak. Saat kesadaran melingkupi, puncak kemarahan akan perlahan menurun. Kita pun bisa berpikir lebih tenang dan membuat keputusan lebih bijak.
Mari, kelola kemarahan dengan kesadaran dan kebijaksanaan agar tiada sesal yang menyertai di kemudian hari.
Betapa gembiranya sang raja ketika melihat ada air yang mengalir dari celah-celah bebatuan di tempatnya melintas. Ia segera melompat turun dari kuda, mengeluarkan piala perak berukuran kecil dari tas berburunya, dan menempelkan pialanya pada aliran air yang begitu pelan.
Setelah piala itu nyaris penuh dan air hendak diminum, tiba-tiba terdengar suara desing di udara. Dalam sekejap piala di tangan raja jatuh dan seluruh airnya tumpah di tanah! Kaget sejenak, sang raja segera menengadah, ingin tahu apa gerangan yang terjadi. Ternyata, itu ulah elang kesayangannya..
Dengan tersenyum, raja memungut dan membersihkan piala, kemudian kembali menampung aliran air di celah bebatuan. Ketika sudah penuh dan hendak diminum, lagi-lagi si elang terbang menukik dan menjatuhkan piala itu dari tangan sang raja. Dengan perasaan gusar, tetapi karena haus yang menyengat, sang raja kembali melakukan hal yang sama dan ketika si elang kembali menukik dan menjatuhkan piala untuk ketiga kalinya.
Dengan gerakan secepat kilat, raja mencabut dan mengayunkan pedangnya dengan cepat. Elang malang itu pun terluka dan terjatuh. “Itulah hukumanmu!” ujar sang raja. Ia bertambah geram saat tahu pialanya terpental dan terjepit di antara bebatuan yang tidak terjangkau.
”Ah.. Minum dari sumber mata air pasti lebih segar,” kata raja sambil mulai mendaki tebing curam menuju mata air itu. Ketika tiba di tujuan, raja terperangah karena di tengah sana terlihat bangkai ular besar dari jenis yang sangat berbisa. Seketika, sang raja lupa akan dahaganya. ”Elang kesayanganku terluka karena mau menyelamatkan nyawaku,” serunya. Bergegas raja kembali turun untuk membawa elangnya pulang. Ada sesal yang menggantung di hati dan pikirannya, “Aku mendapat pelajaran yang berharga, bahwa keputusan yang diambil dalam keadaan marah bisa berakibat fatal.”
Netter yang Bijaksana,
Saat amarah sedang memanas, kita merasakan adrenalin yang mengalir kencang. Ambil napas sejenak. Saat kesadaran melingkupi, puncak kemarahan akan perlahan menurun. Kita pun bisa berpikir lebih tenang dan membuat keputusan lebih bijak.
Mari, kelola kemarahan dengan kesadaran dan kebijaksanaan agar tiada sesal yang menyertai di kemudian hari.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan