Suatu hari di sebuah kelas, bu guru memperhatikan salah seorang
muridnya yang tampak gelisah dan tidak konsentrasi mengikuti pelajaran
yang diberikan. Saat bel pulang berdering, bu guru memanggil si anak
untuk diajak berbincang, “Nak, ibu perhatikan, kamu beberapa hari ini
tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Ada apa, Nak? Apakah ada masalah
yang sedang mengganggu pikiran kamu?” ucap bu guru sambil membelai
kepala kecil di hadapannya dengan sayang.
Si anak terdiam menengadahkan wajah, tampak matanya berkaca-kaca.
“Maafkan saya, Bu. Saya sudah mengabaikan pelajaran sekolah. Beberapa
hari ini saya sedang bingung, tetapi setiap kali saya hendak berbicara
dengan ibu guru, saya lihat ibu begitu sibuk sehingga saya tidak berani
mengganggu.”
“Baiklah, sekarang ibu tidak sibuk. Apa masalahmu, siapa tahu ibu bisa membantu..” lanjut bu guru.
“Tapi Bu, saya sungguh tidak ingin menyusahkan ibu. Di kelas ini saja
ada 40 murid yang harus diajar oleh ibu, belum lagi kelas yang lain.
Saya tidak ingin merepotkan ibu dengan masalah saya,” si anak membandel
menolak jasa baik ibu guru.
“Baiklah. Kalau begitu, maukah kamu membantu ibu?” Segera si anak
mengganggukkan kepalanya. “Ambil dan bawa kemari beberapa lilin di
lemari ibu, nyalakan dengan korek api yang di situ. Pasang lilin yang
lain dan nyalakan dengan api lilin yang pertama.” Walaupun tidak
mengerti apa maksud semua ini, si anak dengan patuh mengerjakannya.
“Lihat baik-baik, Nak. Nyala api lilin pertama tetap terang 'kan?
Walaupun dia telah memberikannya kepada lilin-lilin yang lain.”
“Apa maksud Ibu? Apa hubungannya masalah saya dengan lilin? Saya sungguh tidak mengerti, Bu..” jawab si anak kebingungan.
“Lilin pertama tidak kehilangan terang dan panasnya walaupun telah
memberi kepada lilin yang lain. Nah, sama seperti lillin. Bu guru juga
tidak akan kekurangan apapun dengan memberikan ilmu, waktu, dan
pengetahuan yang ibu punyai untuk kalian semua. Dengan memberi, seorang
guru baru berarti bagi orang lain yaitu murid-muridnya, orang tua murid
yang menitipkan pendidikan anaknya ke sekolah ini, dan guru juga menjadi
tumpuan harapan setiap bangsa untuk menyiapkan kalian, calon-calon
pemimpin di masa depan. Dengan memberi bantuan, bu guru kan tidak
berkurang sedikit pun. Bagaimana? Sekarang kamu mengerti?” Dengan
tersenyum, si anak pun mulai menceritakan masalahnya dan akhirnya pulang
ke rumah dengan perasaan puas dan lega.
Pembaca yang bijaksana,
Kenyataan sering kali bertolak belakang dengan keinginan kita. Ada orang yang ingin membantu, tetapi yang dibantu tidak mau. Ada pula orang yang butuh bantuan ke orang lain, tetapi orang lain tidak mau membantunya. Manusia sebagai makhluk sosial, tidak mungkin hidup sendiri. Manusia selalu memiliki sifat saling ketergantungan satu dengan yang lain.
Maka saat kita butuh bantuan biar orang lain membantu kita, tetapi saat kita bisa memberi bantuan, ya kita ringankan beban orang lain; seperti sifat lilin tadi yang memberikan nyala apinya kepada lilin-lilin yang lain, selalu menjadi penerang dalam kegelapan dan menghangatkan sekelilingnya tanpa pernah kehilangan jati dirinya.
Maka saat kita butuh bantuan biar orang lain membantu kita, tetapi saat kita bisa memberi bantuan, ya kita ringankan beban orang lain; seperti sifat lilin tadi yang memberikan nyala apinya kepada lilin-lilin yang lain, selalu menjadi penerang dalam kegelapan dan menghangatkan sekelilingnya tanpa pernah kehilangan jati dirinya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan