29 Disember, 2012

CINTAI APA YANG DIMILIKI

Suatu hari di sebuah kelas, bu guru memperhatikan salah seorang muridnya yang tampak gelisah dan tidak konsentrasi mengikuti pelajaran yang diberikan. Saat bel pulang berdering, bu guru memanggil si anak untuk diajak berbincang, “Nak, ibu perhatikan, kamu beberapa hari ini tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Ada apa, Nak? Apakah ada masalah yang sedang mengganggu pikiran kamu?” ucap bu guru sambil membelai kepala kecil di hadapannya dengan sayang.
Si anak terdiam menengadahkan wajah, tampak matanya berkaca-kaca. “Maafkan saya, Bu. Saya sudah mengabaikan pelajaran sekolah. Beberapa hari ini saya sedang bingung, tetapi setiap kali saya hendak berbicara dengan ibu guru, saya lihat ibu begitu sibuk sehingga saya tidak berani mengganggu.”

“Baiklah, sekarang ibu tidak sibuk. Apa masalahmu, siapa tahu ibu bisa membantu..” lanjut bu guru.
“Tapi Bu, saya sungguh tidak ingin menyusahkan ibu. Di kelas ini saja ada 40 murid yang harus diajar oleh ibu, belum lagi kelas yang lain. Saya tidak ingin merepotkan ibu dengan masalah saya,” si anak membandel menolak jasa baik ibu guru.
“Baiklah. Kalau begitu, maukah kamu membantu ibu?” Segera si anak mengganggukkan kepalanya. “Ambil dan bawa kemari beberapa lilin di lemari ibu, nyalakan dengan korek api yang di situ. Pasang lilin yang lain dan nyalakan dengan api lilin yang pertama.” Walaupun tidak mengerti apa maksud semua ini, si anak dengan patuh mengerjakannya.

“Lihat baik-baik, Nak. Nyala api lilin pertama tetap terang 'kan? Walaupun dia telah memberikannya kepada lilin-lilin yang lain.”
“Apa maksud Ibu? Apa hubungannya masalah saya dengan lilin? Saya sungguh tidak mengerti, Bu..” jawab si anak kebingungan.
“Lilin pertama tidak kehilangan terang dan panasnya walaupun telah memberi kepada lilin yang lain. Nah, sama seperti lillin. Bu guru juga tidak akan kekurangan apapun dengan memberikan ilmu, waktu, dan pengetahuan yang ibu punyai untuk kalian semua. Dengan memberi, seorang guru baru berarti bagi orang lain yaitu murid-muridnya, orang tua murid yang menitipkan pendidikan anaknya ke sekolah ini, dan guru juga menjadi tumpuan harapan setiap bangsa untuk menyiapkan kalian, calon-calon pemimpin di masa depan. Dengan memberi bantuan, bu guru kan tidak berkurang sedikit pun. Bagaimana? Sekarang kamu mengerti?” Dengan tersenyum, si anak pun mulai menceritakan masalahnya dan akhirnya pulang ke rumah dengan perasaan puas dan lega.
Pembaca yang bijaksana,
Kenyataan sering kali bertolak belakang dengan keinginan kita. Ada orang yang ingin membantu, tetapi yang dibantu tidak mau. Ada pula orang yang butuh bantuan ke orang lain, tetapi orang lain tidak mau membantunya. Manusia sebagai makhluk sosial, tidak mungkin hidup sendiri. Manusia selalu memiliki sifat saling ketergantungan satu dengan yang lain.

Maka saat kita butuh bantuan biar orang lain membantu kita, tetapi saat kita bisa memberi bantuan, ya kita ringankan beban orang lain; seperti sifat lilin tadi yang memberikan nyala apinya kepada lilin-lilin yang lain, selalu menjadi penerang dalam kegelapan dan menghangatkan sekelilingnya tanpa pernah kehilangan jati dirinya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan