19 November, 2014

PASSION

 
Suatu sore usai jam kantor, bos yang selalu pulang paling akhir memperhatikan seorang karyawan baru yang selama 1 bulan ini, selalu pulang setelah yang lain pulang.
“Sudah larut, kenapa belum pulang? Masih ngerjain apa?” tanya Bos.

“Ini masih ada beberapa pekerjaan yang harus saya bereskan. Saya kan masih baru pak, jadi masih perlu belajar. Lagian kuliah saya sedang libur, jadi saya bisa belajar lebih lama di kantor. Hmm.. Bapak keberatan kalau saya berada di kantor lebih lama dari yang lain?” tanyanya sambil mengedarkan mata ke sekelilingnya, sepi.

“Saya rasa kita bisa keluar bersama. Kasihan petugas jaga, dia perlu istirahat dan pulang. Kita juga perlu istirahat, kan?”

Kali lain berjumpa, si anak baru yang telah bekerja lebih dari 2 tahun, masih menunjukkan keceriaan dan semangat yang sama. “Doaku dikabulkan oleh Yang Kuasa. Diberi pekerjaan yang aku senangi, dapat bos yang baik, temen kerja juga enak. Bagiku, kantor ini adalah 'rumah kedua'. Tempat belajar, berbagi dan bekerja dengan hebat. Aku sungguh beruntung dan harus selalu bersyukur,” celotehnya gembira.

Setelah 5 tahun, setiap tahun, saat perusahaan memberi promosi berupa kesempatan belajar atau training, maupun kenaikan jabatan, namanya selalu ada di daftar kandidat. Dengan penuh kebahagiaan dia menyebut segala yang dikerjakan sebagai passion. Seperti pepatah mengatakan, “Do what you love. When you love your work, you become the best worker in the world.” 

Netter yang berbahagia,
Ingin menjadi hebat di bidang yang kita geluti, diperlukan kesadaran untuk menyayangi dan mencintai apa yang sedang dilakukan. Dan akan menjadi lebih hebat jika hobby bisa sekaligus menjadi pekerjaan, tentu kita akan mengerjakannya dengan penuh kenikmatan tanpa beban saat melakukannya.

MUDAH LENTUR

 


Dalam beberapa kesempatan, saya kadang mengutip ungkapan bijak Bruce Lee, "Jadilah air"! Lentur, bisa berubah bentuk sesuai wadahnya, tapi juga bisa melubangi batu jika menetes pada satu titik sasaran terus-menerus. Inilah sebuah perumpamaan yang sangat luar biasa tentang bagaimana kita harus bersikap.
Dalam budaya Jawa, kita sering menyaksikan bagaimana seorang penari yang tampil sangat luwes. Gerakannya lemah gemulai, lembut, tidak kaku, tapi punya nilai keindahan. Keluwesan ini bagi saya juga merupakan sebuah pembelajaran, bagaimana kita bisa menjadi seseorang yang mampu bergerak dengan segala potensi secara tidak kaku, lincah, namun “enak” dinikmati.

Layaknya seorang penari, kita pun bisa menjadi insan yang luwes. Apa manfaatnya? Dalam menghadapi berbagai hal, kita bisa bergerak secara adaptif, bahkan dalam kondisi halangan dan tantangan yang sangat sulit sekali pun. Luwes di sini akan menjadi sebuah kekuatan yang mampu menjadi penyeimbang di setiap tindakan yang kita lakukan. Jika terlalu kaku, kita bisa segera melenturkan diri—pikiran, jiwa, tindakan—sehingga lebih mudah menyesuaikan pada hal yang memang harus diselaraskan. Sebaliknya, ketika berada pada kondisi yang serba-idealis, kita tetap bisa menjadi insan yang penuh prinsip untuk memegang kendali penuh terhadap apa yang kita lakukan.

Dalam gerak yang luwes, terkandung keindahan dan kemampuan menguasai keadaan. Saat kondisi sulit menjepit, tubuh bisa berkelit. Ibarat pohon yang mengakar kuat, lentur menggeliat saat angin hebat menerpanya.

Keluwesan inilah yang menurut saya menjadi salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk meraih kesuksesan. Luwes dalam pergaulan, membuat kita bisa masuk dalam segala lini kehidupan. Saya mengenal beberapa pengusaha sukses—yang sudah sangat maju dan bahagia kehidupannya—punya sikap keluwesan yang luar biasa. Dalam pergaulan sehari-hari, ia bisa dengan mudah bercengkerama akrab bersama para karyawan yang paling bawah sekali pun. Tak ada jarak. Begitu pula saat berada pada forum pemimpin puncak. Ia dengan mudah bisa bersikap adaptif sehingga dihormati dan disegani oleh semua pihak.

Beberapa waktu belakangan, kita juga kerap disuguhi oleh kisah blusukan yang mulai tren dilakukan oleh banyak pejabat. Bagi saya, itu adalah bentuk keluwesan yang memang harus dimiliki oleh para pemimpin negeri kita. Bisa kita lihat, begitu banyak hal yang dapat dilakukan saat para pejabat itu luwes dengan rakyatnya. Jalanan rusak segera bisa diperbaiki. Infrastruktur yang belum bisa disebut layak, segera dikebut untuk bisa jadi tempat yang memudahkan segala aktivitas. Keluhan rakyat seputar kebijakan yang dianggap belum sesuai, bisa segera ditanggapi. Begitu banyak hal bisa diselesaikan dengan keluwesan dalam pengabdian pemimpin pada yang dipimpinnya.

Karena itu, pada bulan Oktober ini, saat pemimpin baru kita dilantik; Saat wakil-wakil rakyat kita—yang terpilih pada pemilu 2014 ini—mulai bekerja, kita berharap sikap luwes tersebut bisa menjadi salah satu sikap pilihan yang mendekatkan mereka pada rakyatnya.

Kita tahu, beban pemerintah baru nanti sangat berat. Subsidi yang harus diberikan kepada rakyat menjadikan beban keuangan negara terlihat rapuh. Apalagi, kalau sudah bicara soal korupsi yang harus terus dibasmi. Menghadapi kondisi tersebut, keluwesan pemerintah dituntut bisa menjadi jawaban atas banyak persoalan. Tentu, semua butuh waktu agar apa yang direncanakan dan diperjuangkan bisa mengarahkan Indonesia lebih maju dan sejahtera. Begitu juga kita sebagai rakyat. Keluwesan kita dalam menyikapi berbagai kebijakan pemerintah perlu kita kedepankan. Sinergisitas pemerintah dan rakyat, jika disertai oleh kelenturan dan kelincahan untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa, niscaya akan melahirkan kebaikan yang membawa banyak pencerahan.

Mari, kita dukung pemerintahan baru. Kita sambut mereka dengan kerja keras bersama-sama. Jadikan diri sebagai insan yang luwes, lincah bergerak, tegas bertindak, lentur dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Bersama, kita bangun Indonesia!

05 November, 2014

PERUBAHAN

 
Tak ada yang tetap di dunia ini kecuali perubahan. Baik positif atau negatif, kita siap atau tidak, semua akan berubah. llmuwan besar Albert Einstein bahkan berucap, ”Uncertainty is a part of reality” (ketidakpastian adalah bagian dari kenyataan).
Sebagai gambaran tentang perubahan, saya mengajak teman-teman di sini untuk membaca artikel singkat berikut: KLIK. Teman berganti, pesaing datang, kompetisi makin ketat. Apakah Anda siap menghadapi perubahan?

Bila kita tahu tentang “Hukum Perubahan”, bahwa semua akan berubah, maka kita harus selalu sadar dan waspada. Apa yg hari ini kita sebut hebat, populer, sukses, berkuasa.. belum tentu semuanya akan terus seperti itu. Hari ini sukses, belum tentu besok akan sukses lagi. Sebaliknya jika hari ini gagal, belum tentu esok akan gagal lagi.

Dengan kesadaran akan hal tersebut, saat kita dalam posisi lemah atau ‘di bawah’, jangan ada kata menyerah!  Bukan berarti selamanya kita akan terpuruk. Dengan usaha keras yang dilandasi dengan keuletan serta kedisiplinan, apapun kondisi kita, pasti akan mengalami perbaikan. Demikian juga saat kita ada ‘di atas’—kaya, populer, berkuasa. Jangan sampai terjebak dalam keangkuhan atau kesombongan.Jika tidak hati-hati dan tenggelam dalam gelimang sukses, mentalitas kita bisa terdegradasi. Akibatnya: kita mundur, bahkan hancur!

Untuk menghadapi perubahan yang terus terjadi, kuncinya adalah tetap belajar, waspada, dan kemampuan beradaptasi. Waspada agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Adaptasi, agar tidak jadi korban kemajuan teknologi.

Saya sendiri sudah banyak sekali mengalami perubahan, yang terjadi setelah saya merencanakan dengan matang. Namun saya sadar, berkeluh kesah dan kemarahan tidak akan menyelesaikan masalah! Berbekal berbagai pengalaman dalam hidup, saya selalu memilih untuk menghadapi perubahan dengan sikap positif, sabar, optimis, dan aktif. Miliki pikiran yang tenang, tujuan yg kuat, serta tetap bersyukur. Maka kita akan bisa bertahan dalam perubahan dan keluar sebagai pemenang kehidupan.

Demikian dari saya. Semoga bisa membantu teman-teman semua dalam menghadapi perubahan.

MEMBERI

 
Alkisah, ada seorang saudagar yang terkenal baik hati dan sering memberi bantuan kepada sanak saudara atau teman yang datang meminta tolong kepadanya. Suatu hari, si saudagar sedang mengalami kesulitan, seakan menghadapi jalan buntu dan merasa perlu bantuan orang lain.
Maka dia pun mendatangi teman dan saudara yang dulu pernah dibantunya. Tetapi ternyata, tidak ada satupun dari mereka yang tergerak untuk membantu. Bahkan saat dia bercerita mengenai masalah yang sedang dihadapinya, mereka cenderung cuek, tidak peduli, dan menganggap itu bukanlah urusan mereka.

Sesampai di rumah, si saudagar merasa terpukul, kecewa, dan marah. Dia tidak habis berpikir, bagaimana mereka yang dulu merengek mohon bantuan, dan telah dibantunya, sungguh tidak tahu bersyukur dan berterimakasih. Saat dia dalam kesulitan dan membutuhkan bantuan, mereka memperlakukannya seperti itu. Dan semakin dipikir, dia semakin kecewa dan marah. Keadaan ini sangat mengganggunya, dia menjadi sulit tidur, gampang marah, dan tidak bisa berpikir secara jernih.

Setelah berhari-hari si saudagar menjalani hidup yang tidak bahagia itu, dia memutuskan untuk pergi ke orang bijak. Setelah mendengar keluhan si saudagar, si orang bijak berkata, "Anak muda, paman tahu kalau kamu orang yang baik, suka membantu orang lain, tetapi saat ini kebaikan hatimu malah berakibat buruk. Kamu merasa tidak bahagia, kecewa, dan marah. Kenapa bisa begitu?

Menurut paman, pertama, kamu telah salah menilai orang lain. Harapan kamu adalah orang yang telah kamu bantu akan membalas budi, dan kenyataan tidak begitu, maka yang salah adalah kamu sendiri. Kedua, jika kamu ingin mendapat imbalan atas bantuanmu, saat membantu, kamu harusnya memberi pelajaran kepada mereka bagaimana caranya berterima kasih. Ketiga, jika kamu tidak ingin dikecewakan orang lain, maka berilah bantuan tanpa harapan atas imbalan apapun. Karena perbuatan baik yang telah kamu lakukan janganlah kehilangan makna dan dikotori dengan keinginan untuk dibalas yang bila tidak kesampaian, akan menimbulkan kecewa, marah, dan kemudian benci di hatimu.

Netter yang luar biasa,
Saat orang lain memohon bantuan kita dan kita menolong mereka, sebaliknya saat kita sedang mengalami kesulitan, kita mengharap balasan atas bantuan yang pernah kita berikan adalah hal yang wajar terjadi di kehidupan ini.

Namun umumnya orang yang berjiwa besar berpikir: membantu adalah membantu, tidak perlu ada embel-embel di belakangnya. Jika kita salah menilai orang yang kita bantu, introspeksi dan benahi diri sendiri. Masalah yang sedang kita hadapi adalah tanggung jawab kita sendiri. Sehingga kita tidak perlu marah, kecewa dan menyalahkan orang lain yang tidak mau membantu kita

NASIB ADALAH PILIHAN

 


Jangan pernah katakan kita bernasib baik jika kita sendiri tak mau berusaha. Sebab, kita sendiri yang memilih dan akan menuai hasil dari apa yang kita lakukan.
Banyak orang yang akan berkomentar saat melihat orang sukses, “Wah, nasibnya sedang bagus….” atau “Nasib dia lagi bagus-bagusnya….” Sekilas, kita melihat bahwa nasib ditentukan oleh sesuatu “di luar” diri kita. Tak heran, banyak yang menganggap ketika seseorang sedang mencapai puncak kejayaan—bahkan, misalnya, saat di tengah kondisi sekitar yang banyak mengalami kemunduran—orang segera menganggap dewa atau dewi keberuntungan memang sedang memayungi nasibnya yang mujur. Nasib seolah-olah memang sudah menjadi “jatah”. Orang bahkan menyebutnya tak beda dengan takdir.

Padahal, jika menilik arti kata, "takdir" beda—meski nyaris sama—dengan "nasib". Apalagi jika ditinjau dari bahasa Inggris. Takdir disebut sebagai destiny. Dalam arti harfiah lainnya, takdir adalah sebuah tujuan yang sudah ditetapkan. Karena itu, takdir tak bisa diubah. Contohnya adalah kelahiran dan kematian. Sementara nasib disebut fate. Dalam pengertian lainnya, disebut juga sebagai chance atau kesempatan. Artinya, nasib adalah sebuah kesempatan yang bisa diusahakan maupun datang dengan sendirinya.

Dalam pengertian ini, saya memandang nasib selalu bisa diubah. Nasib adalah pilihan. Kita sendirilah yang menentukan nasib. Baik atau buruk, semua di tangan kita. Dan, itu semua adalah konsekuensi dari apa yang kita pilih dan lakukan dalam hidup ini. Maka, ketika ada orang yang mengatakan nasib kita akan jelek—apalagi seorang peramal—sesungguhnya kita sendiri yang akan mewujudkannya atau tidak. Semua bergantung pada apa yang ada di pikiran kita. Seperti yang saya alami puluhan tahun silam ketika diramal oleh seorang peramal. Dengan shio saya, latar belakang saya, hingga berbagai macam analisis, ia mengatakan saya akan bernasib hidup susah selamanya! Beruntung, saya memilih—sekali lagi saya tegaskan, saya memilih dan sadar sepenuhnya—bahwa saya juga punya hak untuk sukses. Saya pun berhasil mengubah nasib.

Kita yang Menentukan
Banyak ungkapan yang intinya menyebutkan, bahwa hidup sebenarnya adalah pilihan. Dan, nasib pun sebenarnya sama. Kita sendiri yang menentukan. Coba kita perhatikan pola hidup kita. Jika masih begitu-begitu saja, mungkin ada yang perlu diubah dalam “jalan yang kita pilih” saat menghadapi berbagai macam kendala atau keseharian kita. Saat bangun, pagi atau kesiangan, itu sebenarnya adalah pilihan. Saat akan bekerja, mau banyak ngobrol atau segera menyelesaikan tanggung jawab, itu juga pilihan. Saat akan belajar, mau sebentar atau berlama-lama, itu juga pilihan. Akankah kita bersantai-santai atau bekerja keras, itu juga pilihan. Intinya, kita sendiri yang menentukan, akan seperti apakah kita di masa depan.

Maka, ketika kita melihat orang yang sudah sangat sukses, patut kita pertanyakan, pilihan-pilihan hidup seperti apa yang ia lakukan dalam kesehariannya. Saya bisa memastikan, pasti banyak hal positif yang ia lakukan dalam kesehariannya.

Pertanyaannya kemudian, hidup seperti apa yang akan kita pilih agar sukses bisa diwujudkan? Semua orang pasti punya caranya sendiri-sendiri. Ada pula yang mencontoh pola hidup orang yang sudah sukses. Tapi intinya, semua kembali pada pilihan masing-masing. Maka jangan salahkan nasib yang buruk jika kita sendiri tidak memaksimalkan pilihan positif dalam hidup. Jangan katakan diri merasa belum beruntung jika kita sendiri ternyata tidak memanfaatkan waktu secara maksimal. Baik Anda pekerja kantoran atau seorang pengusaha, pilihannya sama. Apa yang kita maksimalkan itulah yang akan “berbuah” di masa depan.

Untuk itu, mari jauhkan sikap mengeluh saat menghadapi tantangan dan halangan. Tapi, jadikan itu sebagai sebuah pengalaman hidup yang harus kita ubah jadi pembelajaran kesuksesan. Kita sendiri yang bisa memilih itu atau tidak. Begitu pula saat kita sedang menikmati masa kesuksesan dan keemasan. Apakah kita mau tetap waspada karena kegagalan sering kali terus siap menanti atau mau bersantai sejenak menikmati hidup yang sedang enak-enaknya. Itu juga pilihan kita sendiri yang akan menentukan.

Jadi, nasib seperti apa yang akan kita pilih untuk masa depan kita nanti?
Terus berjuang, terus berkarya, terus beraktivitas maksimal—jika itu pilihan kita—sukses akan selalu menanti!

04 November, 2014

MENANGGAPI KERITIK

 
Ada sebuah lukisan yang diselesaikan selama 5 hari 4 malam-sebuah lukisan pemandangan yang sangat cantik. Si seniman ingin menunjukkan karyanya pada orang banyak, sekaligus ingin tahu bagaimana pendapat mereka.
Maka, ia meletakkan lukisannya di sebuah jalan yang ramai. Di bawah lukisan tersebut, dia beri tulisan, "Lukisan ini adalah karya saya. Mungkin saya telah membuat beberapa kesalahan dalam goresan, pemilihan warna, dan sebagainya. Tolong beri tanda X pada bagian yang menurut Anda salah." Sore harinya, si seniman kembali untuk mengambil lukisan itu, dan dia amat terkejut melihat seluruh kanvas penuh dengan tanda X berikut komentar-komentar pedas.

Dengan sangat kecewa, si seniman pergi ke tempat guru melukisnya. Dia merasa tidak berguna dan gagal menjadi pelukis. Sang guru yang bijaksana, lantas menunjukkan pada muridnya cara untuk membuktikan bahwa dia bukan pelukis yang buruk.

Guru lukis ini memintanya untuk membuat kembali lukisan yang telah dicoret orang-orang itu. Namun kali ini, tulisan di bawah lukisan itu berbunyi demikian, "Saudara-saudara, saya telah melukis lukisan ini. Mungkin ada kesalahan dalam goresan, pemilihan warna, dsb. Maka saya sediakan kanvas, sekotak kuas, dan cat. Mohon berbaik hati memperbaikinya. Terima kasih."

Sore harinya, dia kembali. Hasilnya? Lukisan itu tetap bersih tanpa satu pun koreksi. Lukisan itu tetap ditinggalkan di sana hingga tiga hari berikutnya, dan masih tetap bersih dari koreksi.

Pesan yang bisa kita ambil dari cerita ini:
- Mengkritik memang mudah, namun memperbaiki itu sulit.
- Jangan biarkan diri Anda hancur dan depresi hanya karena kritikan orang lain.
- Analisa kritik dengan teliti. Jika salah, jangan pedulikan. Tapi jika benar ya harus diterima. Ambil kritik untuk memperbaiki diri.

EMPAT BATU BATA

 
Saat liburan panjang, seorang mahasiswa pulang ke kampung halamannya. Di sana, tengah dimulai pembangunan tempat ibadah, dan tentunya, sangat diperlukan tenaga sukarela untuk membantu.
Si pemuda itu pun dengan senang hati ikut ambil bagian kegiatan tersebut. Dengan bersemangat, ia mulai belajar mengaduk semen, meletakkan bata, melapisi dengan semen, kemudian menaruh bata, menyemen lagi, merapikan, demikian seterusnya. Dengan semangat menggebu, akhirnya, setengah tembok berhasil diselesaikan. Lalu dengan perasaan puas, walaupun sedikit lelah, dia berdiri mengagumi tembok hasil kerja pertamanya.

Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang janggal. Ada empat batu bata pertama yang tersusun tidak rapi! Keempat batu bata itu tampak lebih menonjol dan miring di antara batu bata lainnya yang tersusun rapi. Timbul perasaan kecewa dan tidak puas atas hasil kerjanya. Bergegas, ditemuinya sang pemuka agama untuk mendiskusikan masalah yang mengganggu pikirannya.

"Lihat Pak, batu bata pertama yang saya pasang kurang rapi sehingga mengganggu keindahan seluruh tembok di atasnya. Tolong Pak, beri kesempatan kepada saya untuk memperbaikinya dengan merobohkan dan memasang ulang batu-batu bata itu. Saya berjanji pasti akan mengerjakan sebaik-baiknya sampai selesai."

Namun, usulannya itu ditolak. "Tidak ada yang perlu diperbaiki, Nak. Tembok sudah naik setengah, tidak perlu dirobohkan hanya gara-gara empat bata yang kurang rapi. Teruskan saja pekerjaanmu hingga selesai," ujar sang pemuka agama.

Akhirnya, meski merasa kecewa dan tidak puas, si pemuda mampu menyelesaikan keseluruhan tembok tersebut. Namun, setiap kali melewati batu bata yang kurang sempurna itu, selalu timbul rasa tidak puas dan bersalah yang mengusiknya. Ia secepatnya berlalu, pura-pura tidak melihat, bahkan sengaja berjalan memutar untuk menghindari pemandangan bata miring tersebut. Sebab, setiap kali melewatinya, ia merasa diingatkan pada kesalahan yang telah diperbuatnya. Ia menganggap, kesalahan itu akan dilihat banyak orang yang lewat di sana.

Sampai suatu hari, ada kunjungan seorang pemimpin dari ibukota. Si anak muda mendapat tugas mendampingi mereka berkeliling di tempat itu. Tiba-tiba sang pemimpin menghentikan langkah menatap tembok di sana dan berkata, "Wah, dinding ini indah sekali."

Dengan terkejut, si pemuda lantas bertanya, "Apanya yang indah, Pak? Apakah Bapak tidak melihat empat batu bata yang miring dan mengganggu kesempurnaan seluruh tembok ini?"

"Oh ya, saya melihat empat batu bata itu, tetapi saya juga melihat ratusan batu bata lainnya yang bagus! Karena ketidaksempurnaan seperti katamu itu anak muda, membuat dinding ini justru tampak indah untuk dinikmati, bukan sekadar dinding kosong yang rata."

Sejenak si anak muda terpana. Untuk pertama kalinya, sejak tembok itu berdiri, pemuda itu melihat tembok yang sama, dengan kesadaran yang berbeda. Sebelumnya, matanya selalu memperhatikan kesalahan yang telah dilakukan hingga ia selalu ingin menghancurkan seluruh dinding. Dia tidak menyadari tumpukan batu bata yang bagus dan sempurna yang jauh lebih banyak jumlahnya. Kebaikan yang banyak dari hasil kerjanya itu, seolah tertutupi kesalahan kecil yang ia lakukan sebelumnya.

Netter yang luar biasa,
Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Sebab, kita semua hidup dengan aneka keterbatasan. Setiap manusia, Anda dan saya, tentu memiliki "bata" yang jelek dan "bata" yang bagus di kehidupan. Ini mengingatkan saya pada sebuah pepatah, tak ada gading yang tak retak. Dalam sebuah keindahan, pasti terdapat kekurangsempurnaan.

Kadang, tanpa sadar kita melakukan kesalahan, tetapi dari sana kita justru bisa belajar tentang sebuah kebenaran. Tak jarang, kita juga mengalami kegagalan, agar bisa merasakan nikmatnya sebuah keberhasilan. Karena itu, tak perlu malu dengan kesalahan di masa lalu. Jangan pula patah semangat saat kegagalan mendera. Sebab, di balik semua itu, kita bisa belajar sesuatu.

Kesadaran akan keterbatasan sebaiknya dapat menjadi pemacu semangat kita untuk terus melakukan perbaikan dalam segenap aspek kehidupan. Bukan saatnya lagi kita meratapi kekurangan, tapi justru dengan keterbatasan itu, kita bisa terus belajar untuk memaksimalkan kelebihan yang sudah ada guna membangun masa depan.
Jadi, jangan hancurkan dinding yang bagus karena bata yang tak sempurna. Karena, di balik setiap proses kehidupan, pasti ada proses pembelajaran. Tujuannya satu: untuk menguatkan dan menyempurnakan, sehingga hidup lebih bermakna.

JIKA BISA TERBANG, MENGAPA HARUS BERJALAN?


 

Alkisah, ada seorang raja yang menerima hadiah dari Arab berupa dua elang falcon yang terlihat gagah. Elang ini termasuk jenis peregrine falcon (alap-alap kawah), merupakan burung paling indah yang pernah dilihat sang raja. Dia memberikan kedua burung berharga itu pada kepala pengurus elang falcon-nya untuk dilatih.
Hari demi hari pun berlalu, dan suatu waktu kepala pengurus itu memberi tahu raja kondisi perkembangan kedua alap-alap kawah itu. Meski salah satunya mampu terbang tinggi dengan gagahnya, yang lainnya tidak bergerak sedikit pun dari batang pohon sejak hari pertama dia tiba di istana.

Sang raja pun memanggil tabib dan para ahli lainnya dari penjuru negeri untuk merawat burung elang falcon ini, tapi tidak satu pun dari mereka yang berhasil membuat burung itu terbang. Akhirnya raja menyerahkan tugas ini kepada pejabat istananya.

Keesokan harinya, sang raja melihat lewat jendela istananya bahwa burung itu belum juga berpindah dari tempatnya bertengger. Merasa sudah melakukan semua cara, sang raja berpikir keras mencari cara lain, “Mungkin aku perlu seseorang yang lebih mengenali daerah pedesaan untuk memahami sifat dari persoalan ini.” Maka, sang raja segera memerintahkan pengawalnya. “Cepat panggil seorang petani!”

Esok paginya, sang raja merasa gembira melihat elang falcon itu sudah terbang tinggi di atas taman istana. Katanya kepada pengawas istana, “Panggil petani yang membuat keajaiban ini.”

Si pengawas segera menemukan petani itu, yang akhirnya menghadap sang raja. Sang raja bertanya padanya, “Bagaimana kau bisa membuat elang itu terbang?”

Dengan kepala tertunduk, petani itu menjawab, “Sangat mudah, Yang Mulia. Saya sekadar memotong ranting pohon tempat burung itu bertengger.”

Rekan-rekan Luar Biasa,
Ketahuilah bahwa kita semua diciptakan untuk “terbang tinggi”—dengan menyadari betul potensi kita yang luar biasa sebagai makhluk hidup. Namun alih-alih mencapai potensi itu, kita sekadar duduk-duduk santai di “ranting” kita sendiri, bertautan pada hal-hal yang sudah lazim bagi kita. Di luar sana yang namanya peluang itu tiada akhir. Tapi bagi kebanyakan kita, semua peluang itu masih menjadi misteri. Kita menyesuaikan diri dengan sesuatu yang lazim, yang nyaman, dan yang biasa-biasa saja. Dengan demikian untuk sebagian besar, hidup kita hanya biasa-biasa saja, alih-alih menggairahkan, menyenangkan, dan memuaskan.

Jadi, mari kita belajar untuk menghancurkan ranting-ranting ketakutan kita yang selama ini menjadi tempat kita menggelantung. Bebaskan diri kita pada kepuasan akan “terbang tinggi”.

BENCANA MEMBAWA HIKMAH

 
Alkisah, dalam sebuah kesempatan, seorang pengrajin muda berniat mengikuti sebuah ajang pameran. Demi membawa karyanya dari desa ke kota, dia pun berangkat setelah menguras seluruh tabungannya, dengan harapan, kerajinannya bisa terjual habis dan keuntungan dari penjualan itu bisa dimanfaatkan untuk kemajuan hidupnya.
Setelah 2 hari mengikuti pameran, pengunjung melihat dan mengagumi karyanya tetapi penjualan tidak menghasilkan laba seperti yang diharapkan. Hatinya pun gundah, sedih dan nyaris putus asa. Di hari terakhir pameran, pengunjung memang datang membludak. Tetapi bukannya dagangannya terjual habis, malah terjadi kecelakaan yang tidak diharapkan. Salah seorang pengunjung tidak sengaja menyenggol hingga barang kerajinannya jatuh berantakan.

“Aduh, maaf, maaf. Saya sungguh tidak sengaja. Orang di belakang saya mendorong dan membuat saya menyenggol barang bapak...” Sambil tergagap, si pemuda berjongkok dan tangannya segera membantu memungut potongan-potongan kayu yang berserakan. Dari sanalah perkenalan mereka pun berlanjut dengan percakapan yang produktif. Ternyata hasil usaha mereka memadukan patahan dan potongan kayu menjadi utuh kembali, di kemudian hari menjadikannya sebagai ide bisnis membuat mainan puzzle kayu dengan beraneka bentuk. Keduanya pun sepakat menjalin kerja sama. Hasil kerajinan kayu milik si pengrajin, diolah ulang menjadi berbagai mainan kayu susun semacam puzzle.

Singkat cerita, mainan yang berawal dari musibah tersenggolnya kerajinan kayu hingga menjadi patahan-patahan, malah berakhir menjadi tren baru dan membantu orang tua dalam mendidik kreativitas anak-anak dengan permainan puzzle kayu. Sungguh bencana yang membawa hikmah.

Netter  yang luar biasa,
Memang kita tidak pernah tahu, kapan keberuntungan atau kesialan yang akan datang kepada kita. Tetapi setiap keadaan yang terjadi pasti membawa hikmah tersendiri, tergantung bagaimana cara pandang kita terhadap situasi yang muncul, entah hoki jika beruntung atau sebaliknya sial jika bencana yang tiba. 

Tetapi jika kita tahu bahwa perubahan pasti terjadi, mari, persiapkan diri untuk tetap berkarya dan berusaha dengan sebaik-baiknya, demi menyambut hadirnya setiap kesempatan yang tak terduga dan berharap membawa keberuntungan bagi kita.

JIWA BESAR, BERKAH BESAR

 


Alkisah, seorang anak yang mengalami cacat tubuh dari lahir. Kondisi fisiknya sejak kecil hingga saat berusia 15 tahun ini sangatlah lemah. Berjalan pun harus menggunakan penyangga tubuh bahkan kursi roda selalu dipersiapkan di sekitarnya bila tubuhnya tidak lagi memiliki kekuatan untuk melakukan aktivitas.

Walaupun begitu, si pemuda kecil itu tidak pernah menampakkan raut muka yang sedih. Senyuman selalu menyungging di setiap kata-kata yang terlontar dari bibirnya. Mereka sekeluarga saling menyayangi dan bergantian memberi dukungan baik fisik maupun semangat.

Di suatu senja, saat berdua menikmati matahari kembali keperaduan, si kakak membuka pembicaraan, "Dik, kita berandai-andai nih, kalau bisa atau kalau boleh memilih atau kalau ada yang kamu inginkan dan ada yang mau memberi. Apa yang ingin kamu ubah di kehidupanmu sekarang?"

Sambil tersenyum santai si adik menjawab "Tidak ada."

"Jangan buru-buru menjawab. Pikir baik-baik dulu. Jika kamu diperbolehkan mengubah, apapun itu, apa yang ingin kamu ubah?" Si kakak penasaran mengulang pertanyaan yang sama.

"Tidak ada, Kak.. Tidak ada yang ingin aku ubah. Dan mengapa aku harus mengubahnya?" Tanyanya balik.

"Kamu tidak ingin bisa berjalan sendiri? Kamu tidak ingin terlepas dari tongkat penyanggamu dan kursi roda itu?" balas si kakak dengan nada sengit.

"Akh, tidak mau. Dengan tongkat penyangga dan kursi roda ini, aku tidak perlu capek berjalan dan mengantre di mana pun, hehehe... Kakak sendiri tahu kan, aku sudah bisa bermain bola dari kursi roda dan teman-temanku juga senang bermain denganku. Pokoknya tidak ada apapun yang ingin aku ubah," kata si adik tegas.

Setelah berdiam beberapa saat, si adik meneruskan bicaranya. "Kak, jangan marah dulu ya. Sungguh Kak, tidak ada yang ingin aku ubah di kehidupanku sekarang, karena aku tahu dan sadar, aku tidak mungkin bisa mengubah kondisi tubuhku yang lemah ini. Tetapi aku bahagia dan sangat bersyukur yaitu memiliki ayah, ibu, dan kakak yang sangat mencintaiku. Memiliki keluarga dan teman-teman yang baik, telah lebih dari cukup dari yang bisa aku harapkan. Dan aku tidak ingin mengubah semua ini dan menggantikannya dengan apapun."

Segera si kakak berbalik dan memeluk adiknya sambil berbisik, "Terima kasih Dik, kakak selalu menyayangimu."

Netter yang luar biasa,

Banyak orang menderita kehidupannya karena tidak mampu menikmati apa yang telah diperolehnya. Tetapi selalu mencari dan menginginkan sesuatu di luar jangkauannya, merasa sukses itu ada "di sana", bukan berada "di sini".

Maka berbahagialah orang yang mampu menerima keadaan hari ini apa adanya, tanpa mengerutu, mengeluh, dan tanpa kasihan pada diri sendiri. Mampu menerima keadaan yang tidak bisa diubah dengan iklas dan rasa syukur itulah jiwa besar yang harus kita kembangkan di dalam mengarungi kehidupan ini agar kita tetap mantap dan tegar dalam menatap hari depan.

Kita tersenyum saat  kita maju dan sukses itu adalah hal biasa namun bisa tetap tersenyum di saat kita dirundung ketidakberuntungan, itu barulah luar biasa! Itulah kekayaan hidup. Itulah pemenang sejati!

MENGELOLA EMOSI

 


Alkisah, ada pengusaha muda yang merupakan pelanggan sebuah kedai kopi di tengah kota. Semua karyawan di sana sampai bos pemilik kedai mengenal baik dan memberi pelayanan yang terbaik untuk pelanggan setia ini.
Hingga suatu sore, seperti biasa, pengusaha muda itu telah menempati meja sudutnya, terlihat menikmati sore itu dengan membaca pesan di ponselnya, sambil menunggu pesanannya. Tidak lama kemudian tampak pelayan mendatangi mejanya sambil membawa secangkir kopi panas. Tetapi karena kurang hati-hati dan tidak konsentrasi, saat mengangkat cangkir, kopi panas itu mendadak tumpah membasahi ponsel, baju, dan celana mahalnya.

“Heii!!! Aduuh panas... mata kamu ke mana!?” Serunya terkejuit, sambil berdiri. Tangannya sibuk membersihkan tumpahan kopi. Sesaat dia menatap marah kepada si pelayan yang ketakutan.

“Kamu orang baru ya! Keterlaluan! Ini handphone, baju, dan celana mahal tahu enggak? Pakai apa kamu gantiinnya, hah?!!” Teriakan marahnya membuat si pelayan gemetar terdiam dan seisi kedai menoleh.

Pemilik kedai pun segera berlari menghampiri, “Maaf Tuan, maaf. Ini kesalahan kami." Ia dengan sigap membersihkan pecahan cangkir dan tumpahan kopi, dan meminta pelayan lain untuk segera mengantarkan secangkir kopi gratis sebagai permintaan maaf.

“Ini pelayan baru. Tolong dimaafkan," kata owner, kepada pengusaha muda itu. "Dia baru dua hari kerja. Suaminya baru saja meninggal karena kebakaran di tempat tinggal mereka. Dia dan ketiga anaknya berhasil selamat dan saat ini mereka harus tinggal di tempat penampungan sementara. Saya menerima kerja juga karena kasihan. Mungkin dia masih belum pulih sehingga kehilangan konsentrasi dan melakukan kesalahan ini. Maaf sekali lagi, Tuan. Jika harus mengganti, saya yang bertanggung jawab." Mendengar keterangan itu, walaupun masih jengkel melihat celana dan baju putihnya yang terkotori oleh kopi, tetapi api kemarahan yang meluap tadi mendadak surut, malah berbalik empati dan mau mengerti.

Netter yang berbahagia,
Emosi negatif seperti marah, iri, benci dan sebagainya, sering menghampiri kita dengan memakai berbagai alasan untuk membenarkannya. Padahal kita tahu, emosi negatif mampu merusak akal sehat dan berpotensi melukai diri sendiri dan orang lain.

Mari ubah sudut pandang, cari alasan berbeda untuk mengelola emosi negatif menjadi positif, sehingga kehidupan kita tidak tergerogoti penyakit miskin mental, yang pasti merugikan diri sendiri.

MEMBUKA KESEDARAN


Alkisah, ada seorang murid baru yang diperintah oleh gurunya untuk mengambil air di dekat sebuah sumur yang terletak di belakang perguruan.
Si murid pun bergegas menuju ke belakang untuk melaksanakan tugas yang diperintahkan. Tanpa berpikir panjang atau mempelajari situasi di sekitar sana, pikiran dan langkah kakinya langsung tertuju pada sumur dan ember untuk menimba air.

“Ahaa…itu dia ember kosong dan talinya,” serunya. Dengan gembira ,dia pun mulai memegang tali dan mengayunkan ember ke dalam sumur. Tetapi sampai tali yang dipegang di tangan hampir tiba di ujung, dirasakan ember nya tetap kosong, tidak juga menyentuh air di dalam sumur. Maka dia melakukan usaha lebih keras. Tubuhnya ikut dilengkungkan ke bawah seraya matanya menatap nanar berusaha menembus kegelapan sumur sambil tangannya sibuk mengayun-ayunkan ember. Tetapi tetap saja tidak ada apa pun yang tersentuh ember di bawah sana.  Panas yang terik dan usaha sepenuh hati yang dilakukan berkali-kali membuat keringat mengucur deras membasahi bajunya.

Murid itu pun mulai merasa kesal dan jengkel. Usahanya berkali-kali dan keinginannya untuk tidak menyerah tetapi tidak membawa hasil seperti yang diharapkan, membuat emosinya semakin memuncak.

Dari kejauhan, sang guru menyaksikan ulah si murid. Dengan senyum sabarnya dihampiri si murid. Melihat kedatangan gurunya, si murid segera berkata lantang, “Guru, saya sudah berusaha menimba air tetapi kelihatannya sumur ini sudah kering. Jika sumur ini tidak berair, mengapa Guru memerintahkan saya untuk mengambil air?”

Gurunya balik bertanya, "Berapa kali kamu menimba?"

Si murid menjawab dengan emosi, "Sudah berkali-kali. Lihat saja bajuku sampai basah kuyup begini!”

Sang Guru berkata lagi, "Kalau kamu merasa sumur itu kosong, mengapa harus terus menimba? Kamu marah, ya? Kemarahanmu sampai menutup kesadaran dan akal sehatmu ya?" PLAK!  Kepala si murid pun dipukul oleh sang Guru.

"Lihat ke samping sumur itu, di sana ada keran air. Tinggal dibuka krannya, airpun mengalir. Guru suruh kamu mengambil air di dekat sumur, bukan menimba di sumur!"

Seketika wajah si murid merah padam... dia merasa malu sekaligus merasa begitu bodoh. Telah membuang energi dan kemarahan tidak pada tempatnya.

Netter yang luar biasa,
Sering kali kita sibuk mengumbar emosi dan kemarahan, menyalahkan orang lain dan keadaan, tanpa alasan yang jelas dan benar. Karenanya, terkadang kita perlu mendapat "kesadaran" (baik dari diri sendiri maupun orang lain) dari kebodohan dan kesalahan yang tidak bijak. Sehingga  tidak perlu ada sesal di kemudian hari yang akan membebani langkah kita ke depan.