Dikisahkan, ada seorang anak muda yang mempunyai temperamen tinggi.
Seringkali kerana hal-hal kecil, dia mudah tersinggung dan marah,
bahkan bila berkelahi dengan orang lain yang dianggap telah
menghinanya. Orangtuanya berkali-kali menasihati agar belajar bersabar
dan mengerti orang lain, tetapi si anak tidak peduli dan
menganggapnya sebagai angin lalu.
Suatu hari saat memandu di jalan raya, sepeda motor yang ditunggang bersama temannya dilanggar oleh orang lain. Sifat pemarahnya pun muncul. Dengan perasaan marah, motor itu dikejar dan dipepet dengan tingkah sok jagoan. Merasa dirinya menang, saat menyaksikan orang tadi meminggirkan motornya, dia pun tancap gas sambil tertawa terbahak-bahak.
Suatu hari saat memandu di jalan raya, sepeda motor yang ditunggang bersama temannya dilanggar oleh orang lain. Sifat pemarahnya pun muncul. Dengan perasaan marah, motor itu dikejar dan dipepet dengan tingkah sok jagoan. Merasa dirinya menang, saat menyaksikan orang tadi meminggirkan motornya, dia pun tancap gas sambil tertawa terbahak-bahak.
Tidak lama kemudian terdengar teriakan nyaring disertai bunyi benda terjatuh keras. Rupanya kerana tidak konsentrasi pada jalanan, terjadilah kecelakaan yang melukai dirinya sendiri serta teman yang dibonceng. Akibat kecelakaan itu, teman yang dibonceng terpental dan mengalami luka yang cukup parah. Dia sendiri hanya mengalami luka ringan, sedangkan motornya rosak teruk.
Saat melihat teman yang dirawat di rumah sakit, dia berjumpa dengan orangtua temannya. Dengan tersipu malu dia berkata, "Maafkan saya Pak, Bu. Saya yang memandu dan merosakkan motornya, serta mencelakai Anto. Semua salah saya. Saya akan berusaha meminta orangtua saya untuk membantu biaya perbaikan motor dan biaya perawatan di rumah sakit ini."
Ayah si teman menjawab dengan sabar, "Anak muda. Bapak tidak mempunyai masalah biaya rumah sakit dan perbaikan motor. Walaupun harus mengeluarkan wang, itu semua boleh diselesaikan. Yang penting, kita harus bersyukur kerana kalian selamat dan hanya mengalami luka-luka yang tidak membahayakan nyawa.
Bapak hanya ingin mengingatkan kepada kalian, bahawa hidup ini adalah berkat! Berkat yang tidak boleh disia-siakan oleh siapapun. Maka paling sedikit, berusahalah bermanfaat bagi dirimu sendiri. Jika kalian merasa belum boleh menjadi berkat bagi orang lain, ya setidaknya cubalah jangan menjadi batu sandungan untuk orang lain, bukan hanya tidak menghargai berkat yang diberikan Yang Maha Kuasa, kalian juga telah menjadi batu sandungan bagi kehidupan orang lain. Itu sungguh hidup yang sia-sia. Bapak tidak ingin kalian menjadi orang seperti itu. Harap kalian mengerti."
Sahabat yang Bijaksana,
Himpitan beban kehidupan, sering kali membuat manusia sekarang ini mudah tersinggung dan sibuk mengumbar emosi. Semakin arogan terasa semakin hebat. Apalagi jika bisa menindas orang lain, akan merasa dirinya jagoan.
Hal ini sungguh "penyakit mental" yang tidak perlu dipelihara alias harus segera dibuang! Perlu diingat, bila belum mampu menjadi berkat bagi orang lain, setidaknya jangan menjadi batu sandungan bagi sesama.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan