Dikisahkan, seorang bangsawan mempunyai seorang pembantu setia yang
telah bekerja padanya sejak kecil. Pembantu itu adalah anak yatim piatu
terlantar yang dipungut oleh ayahnya di suatu tempat. Sedangkan si
bangsawan adalah orang yang hidup berkelimpahan harta, gemar
berfoya-foya, namun tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya yang
miskin dan menderita.
Suatu hari, si majikan memberi tugas kepada pembantu tersebut untuk
pergi ke luar kota menagih hutang. Sebelumnya, dengan nada pongah dia
berpesan, "Pembantuku, setelah kamu berhasil menagih semua wang itu,
pergilah berkeliling kota untuk mencari dan membelikan barang yang belum
aku miliki!"
Di dalam hati, si bangsawan tertawa geli. Sebab, dengan pesan ini, ia
ingin mempermainkan pembantunya. Dia tahu bahawa tidak ada suatu barang
berharga apapun yang belum dimilikinya.
Beberapa hari kemudian, saat pembantunya pulang, si bangsawan
menyambutnya dengan antusias. Ia ingin tahu barang apa yang berhasil
dibeli oleh pembantunya. Tetapi, alangkah terkejut dan marahnya ia, ketika
tahu bahawa wang yang berhasil ditagih, dihabiskan si pembantu dengan
memberikan barang-barang kepada orang-orang miskin di sana. Tanpa mahu
mendengar lebih lanjut alasannya, si pembantu dihukum dan diperlakukan
dengan buruk.
Suatu ketika, terjadi bencana alam yang luar biasa di sana. Seluruh
harta si bangsawan musnah dan dia pun jatuh miskin! kerana musibah
tersebut, sang bangsawan memutuskan untuk pergi ke kota lain guna
mencari kehidupan baru. Sementara, sang pembantu yang sering dicacinya,
tetap setia mengikutinya.
Setelah berjalan berhari-hari, keduanya tiba di sebuah kota. Penduduk di
sana menyambut mereka dengan baik dan ramah. Bahkan, banyak di antara
mereka yang memberi makan dan tumpangan. Mendapat perlakuan yang sangat
ramah tersebut, si bangsawan kehairanan. Ia tidak menyangka akan mendapat
perlakuan seperti itu. Lantas, ia pun bertanya kepada si pembantu.
Pembantu itupun kemudian memberi penjelasan, "Tuanku, saya pernah kemari
beberapa waktu lalu. Tuan pasti ingat, sewaktu tuan memberi tugas
kepada saya untuk membelikan barang yang belum Tuan miliki, dengan semua wang hasil tagihan. Wang itu telah saya gunakan untuk menolong
orang-orang yang memerlukan bantuan saat itu. Sekarang, giliran
merekalah yang menolong kita."
Si pembantu melanjutkan, "Waktu itu, Tuan telah mempunyai semua barang.
Hanya satu barang yang tuan belum miliki, iaitu kasih. Maka, waktu itu
saya berusaha mendapatkannya, untuk Tuan. Dan kasih itulah yang saat ini
memberi kehidupan baru kepada kita. Mudah-mudahan Tuan boleh memahami
dan tidak marah lagi atas tindakan saya waktu itu."
Kemudian, dengan mata berkaca-kaca, si bangsawan memeluk pembantu
setianya itu. Ia pun berucap, "Sekarang aku baru sedar, aku adalah
seorang kaya yang miskin. Miskin kasih, miskin perhatian pada orang
lain! Terima kasih sahabat... Maafkan aku kerana telah memperlakukanmu
dengan semena-mena. Pada hal, engkau telah ‘membelikan' kasih yang tidak
aku miliki. Sekarang, justeru kasih itulah yang menolong kita untuk
memulai kehidupan baru."
Sahabat!
Kita hidup di dunia ini tidak sendiri, namun saling bergantung satu sama
lain. Kita sangat memerlukan orang lain agar hidup kita tidak menjadi
kaku dan monoton. Disedari atau tidak, manusia secara alami memiliki keterkaitan satu sama lain. Oleh itu, apa yang kita lakukan pada orang lain dan apa yang kita
perbuat saat ini, boleh memberi dampak yang terkadang tidak kita sangka
di masa mendatang. Sebagaimana yang diceritakan pada kisah di atas, kita mungkin tidak akan
menyangka akibat dari perbuatan baik yang kita lakukan.
Mari, asah naluri dan nurani kita agar makin terbiasa membantu
orang lain. Dengan begitu, kita telah menanam banyak benih kasih. Kelak,
buahnya akan membawa kita pada kebahagiaan yang sesungguhnya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan