22 Jun, 2012

4 ISTERI BANGSAWAN


4 Isteri Bangsawan
Alkisah, ada seorang bangsawan kaya yang memiliki empat orang isteri. Suatu hari, bangsawan jatuh sakit dan menyedari bahawa ajal akan segera datang menjemput. Bangsawan berfikir, "Aku memiliki harta berlimpah dan empat isteri yang cantik dan mencintaiku, tetapi jika aku mati, aku akan sendiri kesepian. Tapi aku yakin, ada isteriku yang akan menemaniku di kala sepi nanti." Oleh sebab itu, kemudian dipanggillah isteri keempatnya yang paling disayang, "Isteriku, aku paling mencintaimu, melimpahimu dengan pakaian dan perhiasan terbaik dan termahal. Bila aku mati, mahukah kau menyertaiku?" "Tidak, aku tidak boleh," jawab si isteri tegas. Jawaban itu sungguh mengejutkan si bangsawan, sebab, ia sungguh tidak menyangka isteri yang paling dicintainya justeru menolak mentah-mentah ajakannya.

Maka, dengan perasaan keciwa, dipanggilnya isteri ketiga. Ia menanyakan hal yang sama kepada isteri ketiganya, "Isteriku, engkau tahu, aku mencintaimu dengan segenap hidupku. Mahukah kamu ikut bersamaku bila aku mati nanti?" Jawaban senada ternyata juga muncul dari isteri ketiga itu, "Aku tidak mahu! Hidup ini begitu indah untuk di sia-siakan. Aku akan menikah lagi bila kamu sudah mati." Mendengar jawaban ini, hati si bangsawan pun semakin merana.

Dalam keadaan sedih, dia melanjutkan pertanyaannya kepada isteri kedua yang segera dipanggilnya, "Isteriku, ketika aku memerlukanmu, engkau selalu siap menolongku. Sekarang aku perlu pertolonganmu terakhir kali. Jika aku mati, mahukah engkau pergi bersamaku?" "Maafkan aku suamiku, kali ini aku tidak sanggup menolongmu. Aku hanya boleh mengiringi kepergianmu dengan air mata hingga ke tanah perkuburan." Jawaban ini membuat bangsawan semakin keciwa dan sakit hati.

Saat itu, tiba-tiba terdengar suara berbisik merdu, "Aku akan selalu bersamamu suamiku. Aku akan ikut ke mana pun engkau pergi." bangsawan menoleh dan mendapati isteri pertama yang rupanya sejak tadi sudah datang tanpa disedarinya. Ia adalah perempuan yang sangat setia dan telah berjasa seumur hidupnya dalam menjaga kekayaan dan kejayaan bangsawan, sekaligus mengurus rumah tangga mereka. Sayang, bangsawan kurang mencintai dan jarang memperhatikannya sehingga si isteri kelihatan kurus, lemah dan kurang penjagaan.

Mendengar bisikan tulus isteri pertama itu bangsawan sangat tersentuh hatinya. Dia pun melahirkan perasaan sedihnya, "Isteriku, walau terlambat menyatakannya, maafkan aku. Aku seharusnya lebih memperhatikan dan menyayangimu selagi aku boleh." Maka, dibelainya penuh kasih sayang isteri pertamanya itu. Bangsawan itu berjanji dalam hati, sebelum ajal benar-benar menjemput, ia akan lebih memperhatikan isteri pertamanya itu.

Sahabat,
Cerita tersebut sesungguhnya adalah perumpamaan kisah perjalanan hidup anak manusia. Isteri keempat diibaratkan sebagai tubuh jasmani kita. Tidak kisah bagaimana pun usaha kita untuk mempercantikkan tubuh kita dengan balutan gaun yang indah dan aneka perhiasan mahal, pada saat ajal tiba, tubuh berserta aksesori apa pun tidak mungkin akan pergi bersama kita. Tak mungkin kita membawa itu semua bersama kita saat mati nanti. Kemudian, isteri ketiga ibarat kekayaan dan jabatan yang berhasil kita capai. Ketika kita mati, tidak mungkin semua akan dibawa serta. Sebab, akan ada orang lain yang menggantikan jabatan dan mengambil alih kekayaan kita.

Sementara itu, isteri kedua, boleh diibaratkan sebagai keluarga, tetangga, dan sahabat-sahabat di sekeliling kita. Saat kita hidup, tidak kisah sedekat dan sebaik apa pun mereka, saat kematian tiba, mereka hanya akan menghantar dan menangisi kepergian kita sampai ke tanah perkuburan. Isteri terakhir dan paling setia, dapat diibaratkan sebagai kesedaran akan amal perbuatan serta nilai spiritual yang ditanamkan sepanjang hidup kita. Tanpa terasa, kadang kala amal dan kebajikan mungkin telah kita abaikan sepanjang waktu, apa lagi selama mengejar kesenangan duniawi. Bahkan, tidak jarang daripada kita melupakannya, walau pun banyak pula yang mengingatkan. Padahal, sebenarnya, justeru amal dan kebajikanlah, satu-satunya hal yang akan menyertai kita, ke mana pun kita pergi. Kebajikan pulalah yang akan dikenang orang jika kita sudah tidak ada di dunia ini lagi.

Maka, mari kita segera mengembalikan kesedaran untuk berbuat amal kebajikan bagi sesama. Kita jadikan waktu yang masih kita miliki untuk menebar kasih dan menanam biji kebaikan. Jangan sampai, saat ajal menjemput, terbit penyesalan, sebab, semua itu tidak akan berguna lagi. Kita tanamkan pula nilai-nilai kesedaran spiritual dengan selalu mensyukuri kebesaran nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada kita.

Sadari sejak awal, sejak saat ini, selagi Yang Maha Kuasa masih memberi nafas kehidupan untuk selalu memelihara dan memupuk sikap mulia dengan rajin membantu sesama. Mari, jadikan amal baik dan perbuatan luhur sebagai pendamping setia kita saat ajal menjelang, sehingga, tidak akan ada penyesalan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan