26 Jun, 2012

APA YANG DITABUR, ITU YANG DITUAI

Pada suatu hari yang cerah, seorang guru muda berjalan melintasi sebuah desa. Walaupun usianya baru menginjak dasawarsa ketiga, namun kepandaian dan kebijaksanaannya terkenal di seluruh penjuru negeri.

Tiba-tiba saja, langkahnya dihentikan oleh seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar, beraut wajah merah tampak marah dan tidak senang. "Hei," katanya kasar. "Anda itu tidak berhak mengajar orang lain..!"

Kemudian pemuda ini mulai berteriak menentang dan menghina guru muda ini. "Tahu tidak? Anda ini sama saja bodohnya dengan orang lain. Punyai kepandaian sedikit saja, sok tahu! Badan begitu kecil nyalimu cukup besar ya. Ayoo...kalau berani kita berkelahi!"

Kelihatan wajah tenang, sambil tersenyum sang Guru muda malahan balik bertanya: "Teman. Jika kamu memberi hadiah untuk seseorang, tapi seseorang itu tidak mengambilnya, siapakah pemilik hadiah itu?"
 
Si pemuda terkejut, kerana tiba-tiba diberi pertanyaan yang aneh. Spontan, ia menjawab lantang, "Pertanyaan bodoh! Tentu saja! Hadiah itu tetap menjadi milikku kerana akulah yang memberikan hadiah itu."

Guru muda ini tersenyum, lalu berkata, "Kamu benar. Kamu baru saja memberikan marah dan hinaan kepada saya dan saya tidak menerimanya, apa lagi merasa terhina sama sekali. Maka kemarahan dan hinaan itu pun kembali kepadamu. Benar kan? Kamu menjadi satu-satunya orang yang tidak bahagia. Bukan saya, kerana sesungguhnya, melampiaskan emosi kemarahan adalah sebuah proses menyakiti diri sendiri. Membangkitkan sel-sel negatif di dalam diri "

Pemuda itu terdiam, mencuba mencerna kata demi kata sang guru. Kepala dan hatinya seperti tersiram air dingin, ketika mendapat sebuah kesedaran baru. Sang guru muda melanjutkan. "Jika kamu ingin berhenti menyakiti diri sendiri singkirkan kemarahan dan ubahlah menjadi cinta kasih. Ketika kamu membenci orang lain, dirimu sendiri tidak bahagia bahkan tersakiti secara alami. Tetapi ketika kamu mencintai orang lain, semua orang menjadi bahagia."
 
Sahabat  yang bijaksana,
Saat kemarahan sedang menghampiri kita, tunda sejenak! Jangan biarkan dia lepas tanpa dikawal.Menghambur kemarahan adalah pantulan ketidakbahagiaan. Oleh itu, mari kita belajar mengembangkan kebahagiaan setiap saat. Dengan berbahagia, maka tidak akan muncul kemarahan dan kebencian. Tanpa kemarahan dan kebencian, tidak ada proses menyakiti diri sendiri dan sesama.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan