Di
sebuah keluarga, tinggallah seorang ayah dengan putra tunggalnya yang
sebentar lagi lulus dari perguruan tinggi. Sang ibu beberapa tahun yang
lalu telah meninggal dunia. Mereka berdua memiliki kesamaan minat yakni
mengikuti perkembangan produk otomotif.
Suatu
hari, saat pameran otomotif berlangsung, mereka berdua pun ke sana.
Melihat sambil berandai-andai. Seandainya tabungan si ayah mencukupi,
kira-kira mobil apa yang sesuai budget yang akan di beli. Sambil
bersenda gurau, sepertinya sungguh-sungguh akan membeli mobil impian
mereka.
Menjelang
hari wisuda, diam-diam si anak menyimpan harapan dalam hati,
"Mudah-mudahan ayah membelikan aku mobil, sebagai hadiah kelulusanku.
Setelah lulus, aku pasti akan memasuki dunia kerja. Dan alangkah
hebatnya bila saat mulai bekerja nanti aku boleh berkereta ke pejabat
dengan mobil baru," harapnya dengan senang. Membayangkan dirinya memakai
baju rapi berdasi, mengendarai mobil ke pejabat.
Saat
hari wisuda tiba, ayahnya memberi hadiah bingkisan yang segera
dibukanya dengan harap-harap cemas. Ternyata isinya adalah sebuah kitab
suci di bingkai kotak kayu berukir indah. Walaupun mengucap terima kasih
tetapi hatinya sungguh kecewa. "Bukannya aku tidak menghargai hadiah
dari ayah, tetapi alangkah senangnya bila isi kotak itu adalah kunci
mobil," ucapnya dalam hati sambil menaruh kitab suci kembali ke
kotaknya.
Waktu
berlalu dengan cepat, si anak diterima kerja di kota besar. Si ayah pun
sendiri dalam kesepian. Kerana usia tua dan sakit-sakitan, tak lama si
ayah meninggal dunia tanpa sempat meninggalkan pesan kepada putranya.
Setelah
masa berkabung selesai, saat sedang membereskan barang-barang, mata si
anak terpaku melihat kotak kayu hadiah wisudanya yang tergeletak berdebu
di pojok lemari. Dia teringat itu hadiah ayahnya saat wisuda yang
diabaikannya. Perlahan dibersihkannya kotak penutup, dan untuk pertama
kalinya kitab suci hadiah pemberian si ayah dibacanya.
Saat
membaca, tiba-tiba sehelai kertas terjatuh dari selipan kitab suci.
Alangkah terkejutnya dia. Ternyata isinya selembar cek dengan nominal
sebesar harga mobil yang diinginkan dan tertera tanggalnya persis pada
hari wisudanya.
Sambil
berlinang airmata, dia pun tersedar. Terjawab sudah, kenapa mobil
kesayangan ayahnya dijual. Ternyata untuk menggenapi harga mobil yang
hendak dihadiahkan kepadanya di hari wisuda. Segera ia pun bersimpuh
dengan memanjatkan doa, "Ayah maafkan anakmu yang tidak menghargai
hadiahmu …. Walau terlambat, hadiah Ayah telah kuterima…… Terima kasih
Ayah.. Semoga Ayah berbahagia di sisiNYA, amin".
Tidak
jarang para orang tua memberi perhatian dengan alasan dan caranya
masing-masing. Tetapi dalam kenyataan hidup, kerana kemudaan usia anak
dan emosi yang belum dewasa, seringkali terjadi kesalahfahaman pada anak
dalam menerjemahkan perhatian orang tua.
Jangan
cepat menghakimi sekiranya harapan tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebaliknya tidak menjadikan kita manja hingga selalu menuntut
permintaan.
Mari belajar menjadi anak yang pandai menghargai setiap perhatian orang tua.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan